Selasa, 10 April 2012

Bergaya Barat di Batavia



SEKITAR tahun 1900, kehidupan di Hindia-Belanda semakin semarak. Uang berlimpah dan politik etnik Belanda diejawantahkan dalam bentuk proyek-proyek pembangunan dan pendidikan untuk orang Indonesia. Perkembangan perekonomian di Hindia-Belanda menuntut semakin banyak tenaga terampil dan terdidik dari Negeri Belanda.

Tidak susah mendapatkan tenaga-tenaga seperti itu karena Nusantara menjadi semakin menarik oleh perbaikan sarana kehidupan sehari-hari. Penyediaan air dan listrik semakin membaik; banyak penyakit tropis tidak lagi dianggap sebagai penyakit fatal yang menakutkan karena pengobatan dan perawatan medik di Hindia-Belanda semakin baik.
 
Semakin banyak saja perempuan Eropa yang datang ke Nusantara. Buku-buku praktis mengenai (cara) hidup dan bergaul di ons Indie bermunculan seperti jamur di musim hujan. Mulai dari jumlah kutang dan celana dalam yang harus disiapkan dari Negeri Belanda sampai pola penataan meja makan untuk menjamu Gubernur Jenderal di Batavia dapat dicari di dalam buku-buku itu!

Perempuan-perempuan tembak langsung dari Belanda itu lebih suka mengimpor gaya hidup dan tata cara Eropa yang sudah dikenalnya. Kehidupan dan pengaturan rumah-rumah tangga serta pergaulan di luar rumah di Batavia berorientasi pada dan meniru gaya hidup orang di Amerika dan Eropa. Gaya hidup Eropa itu menelusup ke dapur dan lemari pakaian orang: indische rijsttafel mulai disisihkan untuk menu makanan Eropa; sarung dan kebaya diganti dengan rok-rok model terbaru untuk bepergian (walaupun, diam-diam di rumah, orang masih lebih suka kembali mencari sarung dan kebaya yang lebih santai).

Gaya hidup mutakhir dipungut dari artikel-artikel di dalam media massa (lihat G Termorshuizen-Tropenstijl: Amusement en Verstrooing in de (Post)Koloniale Pers. Leiden, KITLV Press, 2011). Hampir setiap rumah tangga mempunyai kulkas dan gramofon. Radio pun tidak lagi dianggap sebagai benda mewah.

Di jalan, jumlah kendaraan bermotor semakin banyak dan taksi menjadi bagian dari pemandangan yang tak dapat dipisahkan dari pemandangan perkotaan. Orang yang pada mulanya mengeluhkan hingar-bingar lalu-lintas Batavia, lama-kelamaan menjadi terbiasa mendengarnya.

Gaya hidup kebarat-baratan ini terutama dimiliki orang Belanda totok. Di Batavia, sebetulnya hanya sejumlah kecil orang Indo yang berhasil duduk dijenjang atas dunia bisnis, sosial dan politik. Sebagian besar di antara mereka tetap hidup dengan gaya mereka yang sederhana: tanpa kulkas, tanpa mobil dan tanpa gemerlap kehidupan malam di societeit. Ini tidak berarti bahwa kehidupan orang Indo itu membosankan. Jauh dari itu.

Orang Indo mempunyai koempoelan. Serupa dengan societeit, koempoelan merupakan arena sosial tempat orang bertemu, bermain kartu dan berpesta. Setiap malam Minggu, diadakan pesta dansa, pertunjukan musik, teater atau sirkus. Kini, di Negeri Belanda terdapat berbagai koempoelan orang Indo yang teratur mengadakan pesta-pesta dansa dengan musik kroncong, musik Indo-pop dan makanan Indonesia yang lezat: lontong cap go meh, aneka sate, gado-gado, es campur dan kwee-kwee lapis legit, lemper, dan onde-onde.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar